family, the best thing in the world!

Dari dulu, gue orang yang percaya banget kalau family is the one who build us. Siapapun kita, yang membentuk karakter kita yang paling kuat pastilah keluarga. Karena gue yakin, gue ga bakal dapetin semua yang gue punya sekarang, kalau bukan karena didikan orang tua gue.
Inget banget deh dulu waktu gue masih suka main bulutangkis. Gila!!! Pokoknya gue bener-bener merasakan penyiksaan waktu itu. Dicekokin susu telor 2 mug sehari, makan dengan menu dan takaran yang udah ditentuin, latihan fisik berjam-jam, latihan di lapangan setiap pagi dan sore, dan sama sekali gue ga pernah diizinin untuk telat apalagi bolos masuk sekolah dan datang ke tempat les. Bahkan gue sering disuruh main bulutangkis pake raket tenis. Gokil kan!! Tujuannya supaya tangan gue lebih lentur. Tapi paling menyiksa sih yang latihan fisik. Lari, skipping, push up, sit up, and back up, simulasi main di lapangan, mindahin shuttle cock. Hfff… sekali latihan gue bisa ganti baju sampai delapan kali (karena basah keringetan, dan kalau ga cepet ganti gue bisa masuk angin), dan 3 liter air putih. Hahahaha…kadang kangen juga tuh latian segila itu!
Intinya setiap kali latihan, semua permainan gue harus perfect, sempurna, ga boleh ada cacat sama sekali. Bukan masalah ‘menang’, tapi masalah ‘bermain dengan bagus’.
Tiap kali bokap gue marahin gue di mobil sepulang latihan, karena permainan gue yang kurang bagus, sering banget gue nangis. Dan baik nyokap maupun kakak-kakak gue ga ada tuh yang belain gue. Semuanya diem menikmati gue dimarahin. Hahaha…
Waktu itu umur gue masih 8 tahun. Ga ada pikiran macem-macem. Yang ada di otak gue waktu itu adalah bokap gue merupakan sosok yang jahat, kejam, dan ga sayang sama gue (hehe..mulai lebay kayak sinetron deh gue).
Dan didikan keras itu terus berlanjut sampai gue besar..
Tapi ternyata tanpa gue sadari, karakter gue yang paling kuat justru terbentuk dari semua kejadian itu. Gara-gara latihan bulutangkis yang menyiksa itu gue jadi terbiasa kerja keras, tough, dan dan ga gampang capek apalagi nyerah berhenti di tengah jalan.
Gara-gara bokap gue selalu marah kalau gue ga main bagus, itulah yang membentuk gue jadi perfeksionis, total, ga boleh gampang puas sama apa yang udah dikerjain. Karena yang gue liat bagus belum tentu bagus juga dimata orang lain. Karena , once again, ini bukan masalah menang, berprestasi, diakui. Ini masalah kepuasan dalam diri sendiri tentang berkarya sebaik mungkin.
Gara-gara nyokap dan kakak-kakak gue yang ga pernah belain gue kalau gue dimarahin, gue jadi ga gampang terintimidasi oleh keadaan. Jadi kalau semua orang terasa tidak berada di pihak gue dan keadaan tidak menguntungkan gue, cuma gue yang bisa menentukan sikap. Apakah gue terus nangis then do nothing, permainan latihan selanjutnya tetep kayak gitu, or even worse? Apakah gue hanya cuma membuat excuse ke bokap gue, bilang kondisi yang lagi ga fit dsb?
Nope!! Gue berusaha entah gimana caranya latihan gue selanjutnya lebih bagus lagi supaya ga dimarahin. Hehe…
Yap karena mindset dari ingatan masa kecil itu udah terbentuk dan terus berkembang dalam diri gue. Di dalam mindset gue adalah kalau gue ga kayak gitu, ada konsekuensi yang lebih bikin serem yaitu bokap gue marah. Walaupun konsekuensi itu udah ga relevan lagi sekarang karena bokap gue udah ga pernah marahin gue. hehe… tapi nyatanya pikiran itu selalu ada kan?! Pikiran bahwa I can always do better. Pikiran bahwa ada konsekuensi di luar sana yang lebih ga enak kalau gue ga kerja keras as hard as I can.
Yah buat gue personal sih, karakter-karakter yang terbentuk keluarga itu sangat amat gue rasakan manfaatnya dalam hidup gue pada akhirnya. And I hope (then I think), so do you, guys.
Yang pengen gue coba sampaikan di sini adalah, be thankful for your family, apapun keadaannya.
Gue sangat bersyukur punya bokap yang keras dan galak. Karena kalau ga kayak gitu pasti gue ga bakal jadi gue yang sekarang, gue pasti jadi cewek lemah.
Be thankful for your family, apapun keadaannya. Because family is something that we come home every time. Sejauh dan selama apapun kita pergi, entah sama siapa, but at the end of the day, kita pasti akan pulang ke keluarga. (tolong jangan diartikan secara harfiah bagi anak-anak yang ngekost hehe)
Rumah lah yang akan menjadi tempat paling ‘safe’, yang insya Allah tidak akan membuat kita feel insecure. Karena di rumah ada orang-orang yang akan selalu menerima keadaan kita. What so ever our condition. Anytime.
Makanya kalau ada sesuatu yang salah sama keluarga, everything seems like so messed up. Iya kan?? Makanya juga,masalah yang paling terasa berat untuk dihadapi adalah masalah keluarga. Iya kan??
Guys, every family has problems. Gue ga pernah tuh nemu keluarga sempurna tanpa konflik. Jadi wajar aja, dan tetep bersyukur, sama apapun masalah yang dhadapi keluarga kita. Apapun itu, seharusnya bisa menajamkan karakter kita dan membuat kita menjadi lebih kuat dong.
Nah…sekarang kan lagi bulan puasa dan bentar lagi lebaran (jiahhhh masi lama juga hahahaha). Ayooo jadikan ini momen berbaik-baik dan menunjukkan our love ke keluarga kita. Our parents, our siblings. Karena kita ga akan pernah tau, kapan kita kan terpisah dari mereka.
Mudah-mudahan bermanfaat,

1 comment: